Penggunaan masker wajah kita sehari-hari secara bertahap berkembang menjadi sumber utama polusi putih baru setelah kantong sampah.
Sebuah studi pada tahun 2020 memperkirakan bahwa 129 miliar masker wajah dikonsumsi setiap bulannya, yang sebagian besar merupakan masker sekali pakai yang terbuat dari serat mikro plastik. Dengan adanya pandemi COVID-19, masker sekali pakai telah dipromosikan di sebagian besar negara untuk mencegah infeksi COVID-19 karena dapat membantu mencegah penyebaran COVID-19 dan penyakit lainnya, sehingga data ini terus diperbarui.
Namun, dalam skenario penggunaan yang tinggi, belum ada negara yang membuat pedoman daur ulang masker yang “resmi”, sehingga menyebabkan lebih banyak pembuangan limbah masker yang dibuang sebagai limbah padat, sehingga menimbulkan tantangan yang lebih besar terhadap pengendalian polusi plastik global.
Menemukan solusi berkelanjutan terhadap masalah polusi plastik global yang disebabkan oleh masker sekali pakai sangatlah penting.
Baru-baru ini, dua peneliti bioteknologi dari Universitas Gazamada mengusulkan agar limbah masker terkait pandemi dapat dibuang dengan masker sekali pakai yang dapat terbiodegradasi yang terbuat dari daun nanas.
Masker sekali pakai biodegradable sebagian besar terbuat dari serat daun nanas, dan karena menggunakan serat alami dibandingkan serat plastik, mikroorganisme seperti jamur atau bakteri dapat memulai proses degradasi lebih cepat setelah direndam di dalam tanah (diperkirakan memakan waktu tiga hari).
Gambar | Proses produksi serat daun nanas: budidaya nanas (A), buah nanas (B), serat ekstrak daun nanas (C), serat daun nanas produksi Indonesia (D) (Sumber: Hindawi).
Diketahui bahwa nanas sangat umum ditemukan di daerah tropis, informasi yang relevan menunjukkan bahwa produksi nanas global mencapai 27,82 juta ton pada tahun 2020. Daun nanas memiliki salah satu serat alami tertinggi yang diketahui dalam hal kandungan serat (mendekati 80%), dan ada Ada banyak cara untuk mengekstrak serat dari daun nanas, menjadikan serat daun nanas dianggap sebagai alternatif yang baik untuk serat plastik oleh para peneliti bioteknologi.
Gambar | Dunia Negara-negara terdepan dalam produksi nanas pada tahun 2020, di antaranya Filipina, Kosta Rika, dan Brasil merupakan tiga produsen nanas terbesar di dunia (sumber: Statista).
Serat daun nanas berwarna putih, memiliki kilau berserabut, memiliki kekuatan tarik tinggi, memiliki tekstur lebih halus dibandingkan serat tumbuhan lainnya (seperti rami, rami, rami, dan ganyong), serta mudah diwarnai. Serat daun nanas tersusun sama seperti kapas, namun lebih ramah lingkungan dibandingkan kapas.
Kapas secara tradisional ditanam dengan pestisida dan pupuk, dan diproduksi dengan bahan kimia keras, beberapa di antaranya masih tersisa dan tidak dapat dibersihkan. Sebaliknya, daun nanas ditanam tanpa suplemen apa pun dan dapat diregenerasi setiap tahun serta mudah diperoleh.
Saat ini daun nanas diproduksi dalam jumlah besar setiap tahunnya, kecuali sebagian kecil yang dijadikan serat daun nanas dan digunakan sebagai bahan baku dan produksi energi (seperti pembuatan tali, benang, bahan komposit dan produk pakaian). Biasanya dibuang sebagai limbah pertanian, pemanfaatan daun nanas ini secara rasional tidak hanya akan mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga membawa beberapa manfaat ekonomi.
Seberapa pentingkah masker sekali pakai yang dapat terbiodegradasi bagi manusia? Masker bedah sekali pakai yang umum terdiri dari tiga lapisan polimer. Lapisan terluar adalah bahan non-penyerap (seperti poliester), lapisan tengah adalah kain bukan tenunan (seperti polipropilen dan polistiren) yang dibuat dengan proses lelehan, dan lapisan dalam adalah bahan penyerap seperti kapas. . Polipropilena, bahan yang paling umum digunakan dalam produksi masker, sangat sulit terurai sehingga dapat bertahan di lingkungan ekologis selama beberapa dekade, dan mungkin ratusan tahun, untuk berubah menjadi mikroplastik dan nanoplastik.
Selain menyebabkan kontaminasi plastik, masker yang dibuang bahkan dapat terakumulasi dan melepaskan bahan kimia dan zat biologis berbahaya, seperti Bisphenol A (BPA), logam berat, dan mikroorganisme patogen. Diantaranya, bisphenol A diketahui memiliki efek karsinogenik.
Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa masker bahkan dapat berpindah dari darat ke lingkungan air tawar dan laut melalui limpasan permukaan, aliran sungai, arus laut, angin, dan hewan (melalui belitan atau tertelan) jika tidak dikumpulkan dan dikelola dengan benar. Menurut laporan OceansAsia pada tahun 2020, “Diperkirakan 1,56 miliar masker akan masuk ke laut pada tahun 2020, yang mengakibatkan tambahan 4.680 hingga 6.240 ton polusi plastik di laut.”
Gambar | Potensi dampak buruk terhadap lingkungan dan dampak masker bedah sekali pakai (Sumber: FESE)
Dapat dikatakan bahwa dengan berkembangnya epidemi secara normal, limbah masker akan semakin menumpuk, dan pencemaran terhadap lingkungan ekologis akan semakin besar. Masker sekali pakai yang terbuat dari serat daun nanas yang terurai secara alami dan tidak mengeluarkan racun berbahaya, bisa menjadi solusi polusi plastik akibat masker.
Namun karena sifat hidrofilik serat daun nanas, serat ini tidak sekuat dan tahan lama seperti plastik. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengatasi tantangan ini.
Waktu posting: 15 Agustus-2022